Buku Penilaian HOTS Terbaru Untuk PKP Tahun 2019
Buku Penilaian HOTS Terbaru Untuk PKP Tahun 2019 - Kemampuan peserta didik di Indonesia dalam menyelesaikan soal HOTS masih sangat rendah. Berdasarkan hasil UN tahun 2018 menunjukkan bahwa peserta
didik-peserta didik masih lemah dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher
Order Thinking Skill) seperti menalar, menganalisa, dan mengevaluasi. Oleh karena
itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran
yang bermuara pada peningkatan kualitas peserta didik dengan menyelenggarakan
Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP). Salah satu materi yang
dikembangkan pada program PKP adalah Penilaian Berbasis HOTS. Materi ini
bertujuan untuk membekali guru agar mampu melaksanakan penilaian berbasis
HOTS sehingga peserta didik terbiasa dengan soal-soal dan pembelajaran yang
berorientasi kepada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking
Skill) agar terdorong kemampuan berpikir kritisnya.
Pengertian dan Karakteristik HOTS
Kegiatan berpikir sudah dilakukan sejak manusia ada, tetapi pengertian tentang
berpikir masih terus diperdebatkan berbagai kalangan, terutama kalangan pemikir
pendidikan. Menurut Dewey (1859 – 1952) berpikir merupakan aktivitas psikologis
ketika terjadi situasi keraguan, sedangkan Vygotsky (1896 – 1934) lebih mengaitkan
berpikir dengan proses mental. Secara umum para tokoh pemikir bersepakat bahwa
berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang ketika orang
tersebut dihadapkan pada situasi atau suatu permasalahan yang harus dipecahkan.
Berpikir selalu berkaitan dengan proses mengeksplorasi gagasan, membentuk
berbagai kemungkinan atau alternatif-alternatif yang bervariasi, dan dapat
menemukan solusi.
Salah satu taksonomi proses berpikir yang diacu secara luas adalah taksonomi Bloom dan telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001). Dalam taksonomi Bloom yang direvisi tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu:
C 1 = mengingat (remembering )
C 2 = memahami (understanding)
C 3 = menerapkan (applying)
C 4 = menganalisis (analyzing)
C 5 = mengevaluasi (evaluating)
C 6 = mengkreasi (creating)
Salah satu taksonomi proses berpikir yang diacu secara luas adalah taksonomi Bloom dan telah direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001). Dalam taksonomi Bloom yang direvisi tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu:
C 1 = mengingat (remembering )
C 2 = memahami (understanding)
C 3 = menerapkan (applying)
C 4 = menganalisis (analyzing)
C 5 = mengevaluasi (evaluating)
C 6 = mengkreasi (creating)
Mengingat (remembering) merupakan level proses berpikir paling rendah.
Mengapa? Karena mengingat hanyalah memanggil kembali kognisi yang sudah ada
dalam memori. Memahami (understanding) satu level lebih tinggi dibandingkan
dengan mengingat. Seseorang yang memahami sesuatu akan mampu menggunakan
ingatannya untuk membuat deskripsi, menjelaskan, atau memberikan contoh terkait
sesuatu tersebut. Jika seseorang yang telah memahami sesuatu mampu melakukan
kembali hal-hal yang dipahaminya pada situasi yang baru atau situasi yang berbeda,
orang tersebut telah mencapai level berpikir aplikasi (applying).
Orang yang memiliki kemampuan menerapkan belum tentu mampu menyelesaikan masalah (problem solving). Kemampuan menerapkan masih cenderung hanya mengulangi proses yang sudah pernah dilakukan (rutin), sementara permasalahan bisa jadi selalu berbeda dan umumnya tidak dapat diselesaikan dengan cara yang sama (non rutin). Penyelesaian masalah sesungguhnya berkaitan dengan hal-hal yang non rutin. Oleh karena itu, penyelesaian masalah memerlukan level berpikir yang lebih tinggi dari mengingat, memahami, dan menerapkan. Level berpikir ini disebut higher order thinking atau tingkat berpikir lebih tinggi.
Anderson dan Krathwohl mengategorikan kemampuan proses menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) termasuk berpikir tingkat tinggi. Menganalisis adalah kemampuan menguraikan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga diperoleh makna yang lebih dalam. Menganalisis dalam taksonomi Bloom yang direvisi ini juga termasuk kemampuan mengorganisir dan menghubungkan antar bagian sehingga diperoleh makna yang lebih komprehensif. Apabila kemampuan menganalisis tersebut berujung pada proses berpikir kritis sehingga seseorang mampu mengambil keputusan dengan tepat, orang tersebut telah mencapai level berpikir mengevaluasi. Dari kegiatan evaluasi, seseorang mampu menemukan kekurangan dan kelebihan. Berdasarkan kekurangan dan kelebihan tersebut akhirnya dihasilkan ide atau gagasan-gagasan baru atau berbeda dari yang sudah ada. Ketika seseorang mampu menghasilkan ide atau gagasan baru atau berbeda itulah level berpikirnya disebut level berpikir mencipta. Seseorang yang tajam analisisnya, mampu mengevaluasi dan mengambil keputusan dengan tepat, serta selalu melahirkan ide atau gagasan-gagasan baru. Oleh karena itu, orang tersebut berpeluang besar mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.
Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja “menentukan‟ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja “menentukan‟ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja “menentukan‟ bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.
Brookhart (2010) sependapat dengan konsep berpikir tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom yang direvisi Anderson dan Krathwohl di atas. Secara praktis Brookhart menggunakan tiga istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), yaitu:
Orang yang memiliki kemampuan menerapkan belum tentu mampu menyelesaikan masalah (problem solving). Kemampuan menerapkan masih cenderung hanya mengulangi proses yang sudah pernah dilakukan (rutin), sementara permasalahan bisa jadi selalu berbeda dan umumnya tidak dapat diselesaikan dengan cara yang sama (non rutin). Penyelesaian masalah sesungguhnya berkaitan dengan hal-hal yang non rutin. Oleh karena itu, penyelesaian masalah memerlukan level berpikir yang lebih tinggi dari mengingat, memahami, dan menerapkan. Level berpikir ini disebut higher order thinking atau tingkat berpikir lebih tinggi.
Anderson dan Krathwohl mengategorikan kemampuan proses menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) termasuk berpikir tingkat tinggi. Menganalisis adalah kemampuan menguraikan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga diperoleh makna yang lebih dalam. Menganalisis dalam taksonomi Bloom yang direvisi ini juga termasuk kemampuan mengorganisir dan menghubungkan antar bagian sehingga diperoleh makna yang lebih komprehensif. Apabila kemampuan menganalisis tersebut berujung pada proses berpikir kritis sehingga seseorang mampu mengambil keputusan dengan tepat, orang tersebut telah mencapai level berpikir mengevaluasi. Dari kegiatan evaluasi, seseorang mampu menemukan kekurangan dan kelebihan. Berdasarkan kekurangan dan kelebihan tersebut akhirnya dihasilkan ide atau gagasan-gagasan baru atau berbeda dari yang sudah ada. Ketika seseorang mampu menghasilkan ide atau gagasan baru atau berbeda itulah level berpikirnya disebut level berpikir mencipta. Seseorang yang tajam analisisnya, mampu mengevaluasi dan mengambil keputusan dengan tepat, serta selalu melahirkan ide atau gagasan-gagasan baru. Oleh karena itu, orang tersebut berpeluang besar mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.
Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja “menentukan‟ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja “menentukan‟ bisa jadi ada pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja “menentukan‟ bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.
Brookhart (2010) sependapat dengan konsep berpikir tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom yang direvisi Anderson dan Krathwohl di atas. Secara praktis Brookhart menggunakan tiga istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), yaitu:
- HOTS adalah proses transfer.
- HOTS adalah berpikir kritis.
- HOTS adalah penyelesaian masalah.
HOTS sebagai proses transfer dalam konteks pembelajaran adalah melahirkan
belajar bermakna (meaningfull learning), yakni kemampuan peserta didik dalam
menerapkan apa yang telah dipelajari ke dalam situasi baru tanpa arahan atau
petunjuk pendidik atau orang lain.
HOTS sebagai proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran adalah membentuk
peserta didik yang mampu untuk berpikir logis (masuk akal), reflektif, dan
mengambil keputusan secara mandiri.
HOTS sebagai proses penyelesaian masalah adalah menjadikan peserta didik mampu
menyelesaikan permasalahan riil dalam kehidupan nyata, yang umumnya bersifat
unik sehingga prosedur penyelesaiannya juga bersifat khas dan tidak rutin.
Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi
metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural
saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa
konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem
solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode
baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.
Berdasarkan uraian di atas, keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah
keterampilan berpikir logis, kritis, kreatif, dan problem solving secara mandiri.
Berpikir logis adalah kemampuan bernalar, yaitu berpikir yang dapat diterima oleh
akal sehat karena memenuhi kaidah berpikir ilmiah. Berpikir kritis adalah berpikir
reflektif-evaluatif. Orang yang kritis selalu menggunakan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki untuk menganalisis hal-hal baru, misalnya dengan cara
membandingkan atau mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya sehingga
mampu menjustifikasi atau mengambil keputusan. Sementara itu, berpikir kreatif
adalah kemampuan menemukan ide/gagasan yang baru atau berbeda. Dengan
gagasan yang baru atau berbeda, seseorang akan mampu melakukan berbagai
inovasi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan nyata yang dihadapinya.
Karakteristik Instrumen Penilaian HOTS
Soal yang termasuk Higher Order Thinking memiliki ciri-ciri:
Selengkapnya mengenai Buku Penilaian HOTS Terbaru Untuk PKP Tahun 2019 bisa diunduh melalui link di bawah ini.
Download Buku Penilaian HOTS Terbaru Untuk PKP Tahun 2019 Pdf
Demikian informasi mengenai Buku Penilaian HOTS Terbaru Untuk PKP Tahun 2019. Semoga bermanfaat.
- transfer satu konsep ke konsep lainnya;
- memproses dan menerapkan informasi;
- mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda;
- menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah;
- menelaah ide dan informasi secara kritis.
Download Buku Penilaian HOTS Terbaru Untuk PKP Tahun 2019
Selengkapnya mengenai Buku Penilaian HOTS Terbaru Untuk PKP Tahun 2019 bisa diunduh melalui link di bawah ini.
Download Buku Penilaian HOTS Terbaru Untuk PKP Tahun 2019 Pdf
Demikian informasi mengenai Buku Penilaian HOTS Terbaru Untuk PKP Tahun 2019. Semoga bermanfaat.